Melanjutkan dari post yang lalu tentang startup, sekarang saya akan membahas tentang sumber dananya. Sebelum saya mendengar tentang cerita ini, saya selalu bertanya-tanya
Sebenarnya startup itu dapat duit dari mana sih?Dari hasil sharing-sharing dengan senior saya itu, ternyata ada 2 sumber dana yang dapat menghidupi sebuah startup yang dikenal dengan istilah bootstrap dan investasi:
Bootstrap
Sumber dana jenis ini didapat dari keluarga, teman, dan kenalan. Dana yang didapat dari mereka-mereka inilah yang masih mampu menyokong kehidupan startup-startup yang masih belum bisa mendapatkan keuntungan besar. Mungkin istilahnya lebih ke bantuan dana atau sumbangan. Kebanyakan startup Indonesia masih mengandalkan sumber dana jenis ini.
Investasi
Dana jenis ini didapat dari investor yang bersedia memberikan uangnya untuk berinvestasi kepada perusahaan startup. Walaupun dana yang didapat relatif besar, namun tidak banyak perusahaan startup di Indonesia yang mendapatkan jenis pendanaan ini. Investasi ini justru banyak diterapkan di Sillicon Valley, Amerika. Di sana begitu banyak investor yang ingin menginvestasikan dananya, bahkan ada banyak perusahaan VC (Venture Capital) yang berdiam di Sillicon Valley.
Ada satu pertanyaan lagi, kenapa investor-investor ini mau menginvestasikan uang mereka yang jumlahnya tentu tidak sedikit pada perusahaan yang tidak mendapat keuntungan? ternyata jawabannya adalah valuasi.
http://startupbisnis.com/wp-content/uploads/2014/03/Customer-Development_003.png |
Apa itu valuasi? nah coba bayangkan facebook. Kalau sudah nonton film The Social Network, maka kamu akan tahu bahwa awal-awal berdirinya facebook, mereka sama sekali tidak menghasilkan uang walaupun user nya sudah mencapai lebih dari ribuan. Bahkan mereka harus mengeluarkan uang untuk biaya sewa server.
Nah disinilah suatu perusahaan startup akan dinilai valuasinya atau bahasa lainnya dinilai harga perusahaannya berdasarkan jumlah pengguna aktif, traffic, dan sejenisnya. Kalau di Amerika, parameter-parameter tersebut sangat berharga nilainya. Contohnya yang saya baru tahu adalah karena dianggap sebagai biaya marketing seperti yang ditulis oleh dosen saya Pak Budi Rahardjo di sini.
Sebenarnya teknik-teknik untuk menghitung valuasi dengan mengukur jumlah pengguna, traffic, dsb ini sudah diterapkan sehingga kita bisa tahu harga suatu perusahaan sebagaimana harga saat facebook membeli whatsapp atau instagram, namun harga ini masih belum dipercaya masyarakat dan investor Indonesia entah mengapa. Kalau saya menduga mungkin karena masyarakat Indonesia yang masih belum menghargai produk-produk, hasil karya, dan perusahaan-perusahaan IT sehingga parameter-parameter seperti traffic dan jumlah pengguna tidak dianggap bernilai...