Tulisan ini dibuat saat kelas 3 SMA tahun 2011
(Diurut berdasarkan kronologis
kejadian yang sebenarnya)
|
Ternyata Pak Ra**m tidak mau. Dia
berkata bahwa transaksi dilakukan hanya atas dasar kepercayaan. Karena tak
muncul juga kata sepakat, akhirnya dia memberikan solusi, dia menganjurkan untuk mencoba tes dulu, kalau gagal baru dia
yang bantu. Akhirnya papa setuju dan menyuruhku untuk mencoba tes dulu.
Beginilah kronologis pembuatan SIM nya:
Pertama, aku masuk ke bagian kesehatan
untuk tes, ternyata gampang, tinggal tes buta warna sama tes mata. Bayar 25ribu.
Kedua, lapor kebagian pendaftaran
dengan membawa hasil tes kesehatan, lalu tunggu dipanggil untuk tes tertulis.
Ketiga, masuk ruangan setelah
dipanggil. Tes tertulisnya gampang bangeet ternyata. Aku hanya harus melihat
video yang ditayangkan oleh proyektor. Lalu menentukan apakah tindakan
pengedara yang ditayangkan video betul atau tidak. Caranya tinggal memencet
tombol yang ada di kursi. Bagusnya, kunci jawaban langsung diberi tahu saat itu
juga tepat saat setelah semua peserta selesai menjawab pada nomor soal itu. Hitung-hitung sekalian pendidikan lalu
lintas. Bagus juga sekarang sistem yang dijalankan polisi. Pokoknya kunci untuk
lulus tes ini, prinsipnya adalah yang pertama pada persimpangan, bila ada
pengendara lain yang jalannya lurus, sedangkan kita akan belok, kita harus
mendahulukan yg jalan lurus. Kedua, tidak memotong tanda jalan yang warna
putih(yang bukan putus-putus. Kalo yang putus-putus boleh dipotong). Ketiga,
sebelum belok di persimpangan, harus berhenti/kurangi kecepatan. Sisanya
tinggal nalar yang sangat gampang.
Sampai-sampai aku hanya salah 2 soal dari 30 itu pun karena aku tidak
teliti memperhatikan videonya.
Keempat, setelah selesai tes teori dan dinyatakan lulus(pasti lulus
kok kalo lu manuisa berotak, yang gak lulus paling lagi gak beruntung karena lagi pusing), aku disuruh keluar ke
tempat tes praktek. Yang ini juga lumayan gampang. Paling yang bikin
menegangkan cuma yang lintasan angka 8. Soalnya jalannya sempit. Tapi asalkan
gak kebablasan nge-gas mah, pasti bisa.
Kelima, setelah ini udah bener-bener santai, tinggal
bayar-bayar dan registrasi(ngisi-ngisi data). Oia, jangan lupa bawa pulpen biar
gak repot. Walaupun disitu ada koperasi yg jual pulpen sih. Trus serahin
data-data tersebut ke petugas.
Keenam, tinggal ngantri buat foto. Tinggal tunggu dipanggil kok.
Habis dipanggil, tanda tangan di kertas, data-data yang tadi telah diisi
dikembalikan ke kita, lalu serahin ke petugas foto. Cap sidik jari pake
scanner, foto deh. Dan selesailah prosesnya, tinggal keluar dan pergi ke bagian pengambilan
SIM. Tunggu nama dipanggil(gak lama kok), ambil kartu SIM nya, pencet tombol
kesan pelanggan, SELESAI.
Dan Aku udah jadi orang yang boleh
ngendarain motor di jalan sesuai hukum.
Yeaaaah.
Nb:
Dalam pengalaman ini, aku mendapat
suatu pelajaran dari Allah. Tadinya Allah ngasih 2 pilihan. Mau yang
gampang(tanpa usaha) tapi sedikit bayar, atau yang murah tapi pake tes (usaha
sendiri) dan itu pun gak dijamin kelulusannya. Tadinya aku pilih yang pilihan
pertama. Tapi ternyata gak dikasih jalannya sama Allah. Aku dibuat untuk
berusaha sendiri. Dan aku coba. Ternyata
hasilnya lebih bagus dari yang pilihan pertama. Kalo yang nembak, bayar mahal
dan dapet SIMnya masih nunggu 2 hari. Tapi ternyata, dengan memilih jalan
kedua, SIMnya jadi hari itu juga tanpa kendala yang berarti. Inilah jalan yang
diberikan Allah padaku, kujalani, dan Allah menunjukkan Kuasa-Nya.
Sama seperti kasus SNMPTN ku. Aku
tadinya memilih masuk ITB dengan beasiswa minat. Caranya lumayan gampang dan
tinggal bayar sedikit. Tapi Allah tidak ngasih jalan yang itu juga padaku. Aku
dikasih jalan untuk menempuh SNMPTN yang lebih murah tapi dengan usaha sendiri.
Allah memang memberi jalan terbaik buat kita. Kita hanya harus melalui jalan yang telah dipilihkan, dan tinggal
mengharapkan Kuasa-Nya. Pasti jalan
itulah yang terbaik(maksudnya kalo ikut SNMPTN pasti hasilnya lebih baik daripada
ikut yg beasiswa minat. Sama kayak buat sim, hasilnya lebih baik yang usaha
sendiri dari pada yang gampang-gampang.